Kamis, 05 Januari 2012

Galaksi

Galaksi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Galaksi NGC 4414, spiral galaksi pada rasi bintang Coma Berenices, berdiameter sekitar 17.000 parsec dan berjarak 20 juta parsec.
Galaksi adalah sebuah sistem yang terikat oleh gaya gravitasi yang terdiri atas bintang (dengan segala bentuk manifestasinya, antara lain bintang neutron dan lubang hitam), gas dan debu kosmik medium antarbintang, dan kemungkinan substansi hipotetis yang dikenal dengan materi gelap.[1][2] Kata galaksi berasal dari bahasa Yunani galaxias [γαλαξίας], yang berarti "susu," yang merujuk pada galaksi Bima Sakti (bahasa Inggris: Milky Way). Tipe-tipe galaksi berkisar dari galaksi kerdil dengan sepuluh juta[3] (107) bintang hingga galaksi raksasa dengan satu triliun [4] (1012) bintang, semuanya mengorbit pada pusat galaksi. Matahari adalah salah satu bintang di galaksi Bima Sakti; tata surya termasuk bumi dan semua benda yang mengorbit matahari.
Kemungkinan terdapat lebih dari 100 miliar (1011) galaksi pada alam semesta teramati.[5] Sebagian besar galaksi berdiameter 1000 hingga 100.000 [4] parsec dan biasanya dipisahkan oleh jarak yang dihitung dalam jutaan parsec (atau megaparsec).[6] Ruang antar galaksi terisi dengan gas yang memiliki kerapatan massa kurang dari satu atom per meter kubik. Sebagian besar galaksi diorganisasikan ke dalam sebuah himpunan yang disebut klaster, untuk kemudian membentuk himpunan yang lebih besar yang disebut superklaster. Struktur yang lebih besar ini dikelilingi oleh ruang hampa di dalam alam semesta.[7]
Meskipun belum dipahami secara menyeluruh, materi gelap terlihat menyusun sekitar 90% dari massa sebagian besar galaksi. Data pengamatan menunjukkan lubang hitam supermasif kemungkinan ada pada pusat dari banyak (kalau tidak semua) galaksi.

Etimologi

Kata galaksi diturunkan dari istilah bahasa Yunani untuk Milky Way (galaksi kita), galaxias (γαλαξίας), atau kyklos galaktikos. Kata ini berarti "lingkaran susu", sesuai dengan penampakannya di angkasa. Dalam mitologi Yunani, Zeus menempatkan anak laki-lakinya yang dilahirkan oleh manusia biasa, bayi Heracles, pada payudara Hera ketika Hera sedang tidur sehingga bayi tersebut meminum susunya dan karena itu menjadi manusia abadi. Hera terbangun ketika sedang menyusui dan kemudian menyadari ia sedang menyusui bayi yang tak dikenalnya: ia mendorong bayi tersebut dan air susunya menyembur mewarnai langit malam, menghasilkan pita cahaya tipis yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Milky Way (jalan susu).[8]

[sunting] Tipe dan morfologi

Jenis-jenis galaksi berdasarkan sistem klasifikasi Hubble. E merupakan tipe galaksi eliptik, S merupakan galaksi spiral, dan SB merupakan galaksi spiral berbatang.[note 1]
Galaksi dapat dikelompokkan dalam tiga jenis utama: eliptik, spiral dan irregular. Karena sistem klasifikasi Hubble hanya berdasarkan pada pengamatan visual, klasifikasi ini mungkin melewatkan beberapa karakteristik penting dari galaksi, seperti laju pembentukan bintang (di galaksi starburst) dan aktivitas inti galaksi (di galaksi aktif).[9]

[sunting] Eliptik

Sistem klasifikasi Hubble membedakan galaksi eliptik berdasarkan tingkat keelipsannya, dari E0 yang hampir berupa lingkaran, hingga E7 yang sangat lonjong. Galaksi tersebut memiliki bentuk dasar elipsoid, sehingga tampak elips dari berbagai sudut pandang. Galaksi tipe ini tampak memiliki sedikit struktur dan sedikit materi antar bintang, sehingga galaksi tersebut memiliki sedikit gugus terbuka dan laju pembentukan bintang yang lambat. Galaksi tipe ini didominasi oleh bintang yang berumur tua yang mengorbit pusat gravitasi dengan arah yang acak. Dalam hal tersebut, galaksi tipe ini mirip dengan gugus bola.[10] "Galaxies". Cornell University. 20 Oktober 2005. Galaksi starburst merupakan akibat dari tabrakan antar galaksi dan dapat menghasilkan pembentukan galaksi eliptik.

[sunting] Spiral

Galaksi Whirlpool (kiri), sebuah galaksi spiral tanpa batang.
Galaksi spiral terdiri dari piringan berupa bintang dan materi antar bintang yang berotasi, serta gembung pusat yang terdiri dari bintang-bintang tua. Terdapat lengan spiral yang menjulur dari gembung pusat. Dalam sistem klasifikasi Hubble, galaksi spiral ditandai sebagai tipe S, diikuti huruf (a, b, atau c) yang menunjukkan tingkat kerapatan dari lengan spiral dan ukuran dari gembung pusat. Galaksi Sa memiliki lengan spiral yang kurang jelas dan membelit secara rapat, serta gembung pusat yang relatif besar. Sedangkan galaksi Sc memiliki lengan spiral yang terbuka dan gembung pusat yang relatif kecil.[11]
NGC 1300, contoh galaksi spiral berbatang.
Sebagian besar galaksi spiral memiliki bentuk batang linier yang memanjang ke dua sisi dari gembung inti, yang kemudian bergabung dengan struktur lengan spiral.[12] Di sistem klasifikasi Hubble, galaksi ini dikategorikan sebagai SB, dan diikuti huruf (a, b atau c) yang mengindikasikan bentuk lengan spiralnya. Batang galaksi diperkirakan merupakan struktur sementara yang disebabkan oleh gelombang kejut dari inti galaksi, atau karena interaksi pasang surut dengan galaksi lain.[13] Banyak galaksi spiral berbatang yang berinti aktif, kemungkinan karena adanya gas yang menuju ke inti melalui lengan spiral.[14]
Galaksi Bima Sakti merupakan galaksi spiral berbatang ukuran besar[15] dengan diameter sekitar 30 kiloparsecs dan ketebalan sekitar satu kiloparsec. Bima Sakti memiliki sekitar 200 milyar (2×1011)[16] bintang dengan massa total sekitar 600 juta (6×1011) kali massa Matahari.[17]

[sunting] Morfologi lain

Galaksi aneh (peculiar galaxies) merupakan galaksi yang memiliki sifat-sifat yang tidak biasa karena interaksi pasang surut dengan galaksi lain. Contohnya adalah galaksi cincin, yang memiliki struktur mirip cincin berupa bintang dan materi antar bintang yang mengelilingi inti kosong. Galaksi cincin diperkirakan terbentuk saat galaksi kecil melewati inti galaksi yang lebih besar.[18] Kejadian tersebut mungkin terjadi pada galaksi Andromeda yang memiliki beberapa struktur mirip cincin jika diamati pada spektrum inframerah.[19]
Galaksi lenticular merupakan bentuk pertengahan yang memiliki sifat baik dari galaksi eliptik maupun galaksi spiral, dan dikategorikan sebagai tipe S0 dan memiliki lengan spiral yang samar-samar serta halo bintang berbentuk eliptik.[20] (Barred lenticular galaxies receive Hubble classification SB0.)

Belajar dan Pembelajaran

Penulis: Dr. Aunurrahman, M.Pd
Penerbit: ALFABETA

BAB I
PARADIGMA  ALTERNATIF  PEMBELAJARAN

Pendahuluan
            Seperti kita pahami bersama, banyak pandangan yang memberikan arah baru terhadap proses dan dimensi-dimensi pendidikan yang semakin mendorong terjadinya perubahan konsep dan cara pandang terhadap eksistensi pembelajaran sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir didalam  memahami lebih dalam persoalan-persoalan pembelajaran. dengan mengkaji paradigma alternatif pembelajaran ini pula para pendidik atau xalon pendidik diharapkan dapat memandang sesuatu masalah, mengambil tindakan/keputusan yang terkait dengan praktik pembelajaran secara arif sehingga upaya pengembangan potensi peserta didik sebagai muara dari seluruh kegiatan pembelajaran dapat menjadi lebih terarah dan pada akhirnya dapat dioptimalisasi sebagaimana diharapkan.

A.perlunya paradigma baru pendidikan
            untuk membangun masyarakat terdidik, masyarakat yang cerdas, maka mau tidak mau harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Formalitas dan legilitas tetap saja menjadi sesuatu yang penting, akan tetapiperlu diingat bahwa substansi juga bukan sesuatu yang bisa diabaikan hanya untuk untuk mengejar tataran formal saja. Maka yang perlu dilakukan sekarang bukanlah menghapus formalitas yang telah berjalan melainkan menata kembali sistem pendidikan yang ada dengan paradigma baru yang lebih baik. Dengan paradigma baru, praktik pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstruktivistik. Pembelajaran akan berfokus pada pengembangan kemampuan intlektual yang berlangsung secara sosial dan kultural, mendorong siswa membangun pemahaman dan pengetahuannya sendiri dalam kontek sosial, dan belajar dimulai dari pengetahuan awal dsan perspektif budaya. Tugas belajar didesain menantang dan menarik untuk mencapai derajat berpikir tingkat tingggi(kamdi,2008).
            Pemikiran-pemikiran yang positif memberikan arahan bahwa sudah selayaknya jika dunia pendidikan diarahkan pada upaya transformasi dan pengembangan prinsip-prinsip secara komprehensip dalam penyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran. Kepada para peserta didik perlu diberi bekal pengetahuan serta nilai-nilai dasar sebagai suatu pandangan hidup yang samgat berguna untuk mengarungi kehidupan dalam masyarakat  pluralis, baik dari aspek etnisitas, kultural, maupun agama. Jika dunia pendidkan berhasil melaksanakan tugas ini, maka pada gilirannya masyarakat kita di masa depan makin lama akan berkembang menjadi masyarakat yang berkualitas scara intlektual dan moral. Namun sebaliknya, jika gagal, maka kita tidak bisa berharap generasi di masa depan akan mampu menampilkan sosok bangsa yang cerdas serta mampu menjunjung nilai-nilai luhur budayanya.
            Dalam proses pembelajaran misalnya, pengembangan suasana kesetaraan melalui komunikasi dialogis yang transparan, toleran, dan tidak arogan seharusnya terwujud didalam akivitas pembelajaran.
            Dalam proses pembelajaran,  pengembangan potensi-potensi siswa harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Pengembangan potensi siswa secara tidak seimbang pada gilirannya menjadi kan pendidikan cenderung lebih peduli pada pengembangan satu aspek  kepribadian tertentu saja, bersifat partikular dan parsial. Padahal sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan siswa merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua sekolah dan guru, dan itu berarti sangat  keliru jika guru hanya bertanggung jawab menyampaikam materi pelajaran pada bidang studinya saja (gordon,1997:8).
Secara  paedagogies arah pendidikan terkait dengan pengembangan pendekatan dan metodologi proses pendidikan dan pembelajaran yang memanfaatkan berbagai sumber belajar (multi learning resources ). Kehadiran tekhnologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan telah mengubah paradigma pendidikan yang menempatkan guru sebagai fasilitator dan agen pembelajaran dimana peserta didik dapat memiliki akses yang seluas-luasnya kepada beragam media untuk kepentingan kependidikannya.

B.Pembelajaran sebagai pilar utama pendidikan
            Komisi pendidikan untuk abad XXI (Unesco 1996:85) melihat bahwa hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada 4 pilar, yaitu; (1) learning to know, (2)learning to do, (3)learning to live together, learning to live with others, dan (4)learning to be.
            Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat, pengetahuan tersebut diharapkan akan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya dalam rangka mengembangkan keterampilan kerja dan berkomunikasi dengan berbagai pihak yang diperlukan. Sebagai tujuan, maka pengetahuan tersebut akan bermanfaat dalam rangka peningkatan pemahaman, pengetahuan serta penemuan di dalam kehidupannya.
            Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengarjakan anak-anak untuk mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya dan dapat mengadaptasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperolehnya tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan di masa depan.
            Learning to live together,learning to live with others,pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih dan membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselisihan dan konflik.
            Learning to be, sebagaimana diungkapkan secara tegas oleh komisi pendidikan, bahwa prinsip fundamental pendidikan hendaklah mampu memberikan konstribusi untuk perkembangan seutuhnya setiap orang, jiwa dan raga, intelensi, kepekaan, rasa etika, tanggung jawab pribadi dan nilai-nilai spritual.

C.Pembelajaran sebagai proses pemberdayaan
            Dalam proses pembelajaran, pengenalan terhadap diri sendiri atau kepribadian diri merupakan hal yang sangat penting dalam upaya-upaya pemberdayaan diri (self empowering). Pengenalan terhadap diri sendiri berarti pula kita mengenal kelebihan-kelebihan atau kekuatan yang telah kita miliki untuk mencapai hasil belajar yang kita harapkan. Pada sisi lain juga berarti mengenal kelemahan-kelemahan pada diri kita sendiri sehingga kita dapat berupaya mencari cara-cara yang konstruktifuntuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Jika kelemahan-kelemahan pribadi diri tidak kita pahami dengan baik, maka akan berpotensi membawa kita pada ketidakberhasilan.
            Untuk dapat mencapai keberhasilan atau sukses yang didambakan oleh setiap individu, maka diperlukan upaya-upaya sistematik dan intensif untuk memberdayakan diri sendiri. Pemberdayaan diri,menurut kajian psikologi sebaiknya dimulai dengan membangun “konsep diri positif”.
            Konsep diri positif diri diantaranya ditandai beberapa hal:
Ø      Pengetahuan yang luas tentang diri sendiri
Ø      Memahamikelebihan dan kekurangan diri
Ø      Memiliki keinginan yang kuat untuk berubah
Ø      Mampu menghargai orang dan mampu menerima orang lain apa adanya
Ø      Mampu secara terbuka menerima kritikan orang lain
Ø      Memiliki sistem pertahanan diri yang kuat
Ø      Memiliki kontrol internal diri
Sebaliknya  seseorang harus tetap berupaya menghindari konsep diri negatif, yang memiliki beberapa ciri, diantaranya:
Ø      Pengetahuan tentang diri sendiri yang sempit
Ø      Memiliki pemahaman diri yang parsial
Ø      Tidak memiliki keinginan yang kuat untuk berubah
Ø      Kurang dapat menghargai dan menerima orang lain apa adanya
Ø      Tidak mau dikritik
Ø      Mudah terpengaruh oleh lingkungan negatif
Ø      Pengendalian/kontrol diri eksternal
Secara lebih spesifik, beberapa dimensi kemampuan siswa yang perlu didorong dalam upaya pemberdayaan diri melalui proses belajar ini adalah:
a)    Mengetahui kekuatan dan keterbasan diri
b)    Meningkatkan rasa percaya diri
c)    Dapat meningkatkan kemammpuan menghargai diri dan orang lain
d)    Meningkatkan kemandirian dan inisiatif untuk memulai perubahan
e)    Meningkatkan komitmen dan tanggung jawab
f)      Meningkatkan motivasi internal
g)    Meningkatkan kemampuan mengatasi masalah secara kreatif dan positif
h)    Meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan tugas secara profesional
i)      Mendorong kemampuan pengendalian ,dan tidak mudah menyalahkan orang lain
j)      Meningkatkan kemampuan membina hubungan interpersonal  yang baik
k)    Meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan

D. Paradigma konstruktivisme dalam pembelajaran
1.      Memahami paradigma konstruktivisme
            Konstruktivisme merupakan respon terhadap berkembangnya harapan-harapan baru berkaitan dengan proses pembelajaran yang mengakui bahwa pengetahuan seseorang terbentuk karena adanya interaksi dengan pengalaman-pengalamannya. Karena itu proses pembelajaran harus memberikan,pengalaman belajar yang baik kepada siswa. Bagaimana semestinya mereka harus belajar, belajar berinteraksi dengan orang lain,belajar mengemukakan ide atau pikiran serta pengalaman-pengalamannya, semuanya akan menjadi pengalaman yang sangat penting bagi siswa. Kemampuan membandingkan mempunyai arti penting dalam mendukung kemampuan mengkonstruksi pengetahuan, karena melalui kemampuan tersebut seseorang dapat menarik sifat-sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan peebedaannya untuk membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan.
2.      Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran
Konstruktivisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta.
Dalam kegiatan pembelajaran fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa wujud tugas sebagai berikut:
a.       Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian
b.      Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya serta ide-ide ilmiahnya
c.       Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran-pemikiran siswa dapat didorong secara aktif

Dari uraian-uraian dan contoh yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa prinsip dasar pembelajaran konstruktivisme,yaitu:
·        Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif
·        Tekanan proses belajar terletak pada siswa
·        Mengajar adalah membantu siswa belajar
·        Penekanan dalam proses belajar lebih kepada proses bukan hasil akhir
·        Kurikulum menekankan partisipasi siswa
·        Guru adalah fasilitator



BAB II
HAKIKAT DAN CIRI-CIRI BELAJAR

A.     Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termasuk didalamnya belajar bagaimana seharusnya belajar. Sebuah survey  memperlihatkan bahwa 82% anak-anak masuk sekolah pada usia 5 atau 6 tahun memiliki citra diri yang positif tentang kemampuan belajar mereka sendiri. Tetapi angka tinggi tersebut menurun drastis  menjadi 18% waktu  meeka bbberusssia 16 tahun. Konsekuensinya 4 dan 5 remaja dan orang dewasa memulai pengalaman belajarnya yang baru dengan perasaan ketidaknyamanan.

Dalam berbagai  kajian dikemukakan bahwa instruction atau pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa  untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar yang bersifat internal.

Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan.  Demikian pula siswa yang memiliki sikap, kebiasaan atau tingkah laku yang belum mencerminkan eksistensi dirinya sebagai pribadi baik atau positif, menjadi siswa yang memiliki sikap, kebiasaan dan tingkah laku yang baik. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa. seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila di dalam dirinya telah terjadi perubahan, dari  tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya.

Dalam buku “ The Guidense of Learning Activities” merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan  lingkungannya. Dalam buku Psycology hc Weithrington, mengemukakan belajar adalah belajar adalah suatu prubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai  pola baru  dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. James whittaker mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan atau pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya. Kesimpulannya belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan atau pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik unuk memperoleh tujuan tertentu.

Ciri-ciri umum kegiatan belajar sebagai berikut :
1.      Belajar menunjukan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja.
2.      Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya
3.      Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku walaupun tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya di sertai perubahan tingkah laku yang dapat diamati (observable).

Berikut ini adalah beberapa kelopok teori yang memberikan pandangan khusus tentangg belajar diantaranya;
                                      I.     Behaviorisme
Para penganut teori Behaviorisme menyakini bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang memberikan pengalaman-pengalaman tertentu padanya.  Behaviorisme menekankan pada apa yang dapat  lihat, yaitu tingkah laku, dan kurang memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran karna tidak dapat  dilihat. Skiner beranggapan bahwa perilaku manusia yang dapat di amati secara langsung adalah akibat konsekuensi dari perbuatan sebelumnya.

Implementasi penerapan prinsip-prinsip teori Behaviorisme yang banyak digunakann di dalam dunia pendidikan adalah;
a)    Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila peserta didik ikut berpartisipasi secara aktif di dalamnya
b)    Materi pelajaran di kembangkan di dalam unit-unit dan di atur berdasarkan urutan yang logis
c)    Tiap-tiap respons perlu diberi umpan secara langsung sehingga perserta didik dapat segera mengetahui apakah respons yang diberikan sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.
d)    Setiap kali persert didik memberikan respons yangg benar perlu di berkan penguatan. Penguatan positif terbukti memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada penguatan negatif
                                    II.     Kognitivisme

Kognitivisme  merupakan salah satu teori belajar yang di dalam berbagai pembahasan juga sering disebut model kognitif atau persetual. Menurut teori belajar ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi atau pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuannya. Teori ini menekankan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut.
Menurut piaget, perkmbanag interektual melalui empat tahap-tahap berikut;

a)  Tahap sensori motor (0-2,0 tahun)
b)  Tahap pra-operasional (2,0-7,0 tahun)
c)  Tahap operasional konkret (7,0- 11,0) tahun)
d)  Tahap operasional (11,0- keatas)
Kognitivisme memberikan pengaruh dalam pengembangan prinsip;prinsip pembelajaran sebagai berikut;
1.    Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajara tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2.    Penyusunan materi pelajaran harus darii sederhana ke kompleks. Untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan baik peserta didik harus terlebih dahulu telah menguaai tugas-tugas yang bersifat sederhana/mudah.
3.    Belajar dengan memahami lebih baik daripada menghapal, apalgi tanpa pengertian.
4.    Adanya perbedaan individual pada peserta didik perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik.
                                 III.     Teori belajar psikologi sosial
Menurut teori belajar psikologi sosial proses belajar jarang sekali merupakan proses yang terjadi dalam keadaan menyendiri, akan tetapi melalui interaksi-interaksi. Interaksi tersebut dapat; (1) searah (one directional), yaitu bilamana adanya stimuli dari luar menyebabkan timbulnya respons, (2) dua arah, yaitu apabila tingkah laku yang terjadi merupakan hasil interaksi antara individu yang belajar dengan lingkungannya, atau sebaliknya.

                                 IV.     Teori belajar Gagne
Teori belajar yang disusun Gagne merupakan perpaduan seimbang antara behaviorisme dan kognitivisme yang berawal dari tori pengolahan informasi. Menurut Gagne cara berpikir seseorang tergantung pada; (a) keterampilan apa yang telah dimilikinya, (b) keterampilan serta hirarki apa yang diperlukan untuk mempelajari tugas.

Gagne menympulkan ada lima macam hasil belajar;
1)      Keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui penyajian materi di sekolah.
2)      Strategi kognitif, yaitu kemampuan memcahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, belajar, mengingat dan berpikir.
3)      Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi- informasi yang relevan
4)      Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
5)      Sikap, yaitu kemampuan internal yang mempangaruhi tingkah laku seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan- kepercayaan serta faktor internal
B.      Ciri-ciri dan Tujuan Belajar Mengajar


Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlihat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental. Yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dari segi guru proses belajar tersebut dapat diamati secara langsung. Artinya proses belajar yang merupakan proses internal siswa tidak dapat diamati, tapi dapat dipahami oleh guru. Perilaku belajar tersebut merupakan respons siswa terhadap tindakan mengajar atau tindakan pembelajaran dari guru yang berhubungan dengan desain instruksional guru, karena di dalam desain instruksional , guru membuat tujuan instruksional khusus atau sasaran belajar.

Penggolongan atau tingkatan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan, yaitu:
1.      Ranah kognitif (bloom, dkk) terdiri dari enam jenis perilaku;
a.   Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah dipelajari dan tersimpan di dalam ingatan.  Pengetahuan tersebut dapat berupa fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori atau metode.
b.  Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap sari dan makna hal-hal yang dipelajari.
c.   Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode, kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.
d.  Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan yang dalam bagian-bagian sehngga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
e.   Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru, mislnya tampak dalam kemampuan menyusun atau program kerja.
f.    Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

2.      Ranah afektif (Krathwohl & bloom, dkk) terdiri dari lima perilaku, yaitu;
a.   Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut.
b.  Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
c.   Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup penerimaan terhadap suatu nilai, menghargai, mengakui dan menentukan sikap.
d.  Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup.
e.   Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.

3.      Ranah psikomotor ( Simpson ) terdiri dari tujuh perilaku atau kemampuan motorik, yaitu:
a.   Persepsi, yang mencakup kemampuan mendiskripsikan sesuatu secara khusus dan menyadari adanya perbedaan antara sesuatu tersebut.
b.  Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam suatu kejadian dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan, kemampuan ini meliputi kemampuan jasmani dan rohani.
c.   Gerakan terbimbing yang mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh atau gerakan tiruan.
d.  Gerakan terbiasa, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan tanpa contoh.
e.   Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancar, tepat dan efesien.
f.    Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak gerik dengan persyaratan yang berlaku
g.   Kreativitas, yang mencakup kemampuan melahirkan pola gerak gerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri.

Ketiga ranah diatas bukan merupakan bagian-bagian terpisah, akan tetapi merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Untuk mencapai perubahan yang diharapkan, baik pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik, maka baelajar hendaknya memperhatikan sungguh-sungguh beberapa prinsip yang mendukung terwujudnya hasil belajar yang diinginkan.



BAB III
PERKEMBANGAN MORAL DA IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN

A.Teori Pekembangan Jean Piaget
Dalam teorinya ,Piaget mengemukakan bahwa secara umum semua anak berkembang melalui urutan yang sama,meskipun jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda.
Berkaitan dengan perkembangan moral,piaget menemukakan  dua tahap perkembangan yang dialami oleh setiap individu.tahap pertama(heteronomous) atau realism moral.Dalam tahap ini seorang anak cenderung menerima begitu saja atuan yang diberikan oleh orang-orangyang berkompeten untuk itu.Tahap kedua disebut Autonomous Moraliti atau Independensi Moral,Dallam tahap ini seorang anak akan memandang perlu untuk memodifikasi aturan-aturan untuk disesuaikan dengan situasi da kondisi yang ada.
Kesimpulan mendasar dari hasil pengamatan Piaget adalah baha dapat diambil terdapat pola-pola yang konsisten pada peilaku anak yang bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya.Pola-pola perubahan ini terkait secara langsung dengan tingkat usia anak.
B.Teori Perkembangan moral Kohlberg
Kohlberg mengetengahkan enam tahap perkembangan moral yang dilalui seorang anak untuk dapat sampai ketingkat remaja.
Tahap 1.Orientasi pada hukuman dan Kepatuhan
Pada tahap ini biasanya perilaku baik pada  anak-anak bukan tumbuh sebagai suatu kesadaran akan kebaikan tersebut tetapi karena konsekuensi akan suatu tindakan.
Tahap 2.The Instrumental Relativist Orientation
Pandangan terhadap perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan kebutuhan dirinya dan kadang-kadang kebutuhan orang lain.
Tahap 3.Orientasi anak manis
Dalam tahap ini seseorang akan berusaha mempertahankan perilaku yang baik bila lingkungan disekitar mengatakan tindakan itu baik.
Tahap 4.Orientasi pada perintah dan hokum
Tahap ini tindakan seseorang lebih banyak berorientasi pada otoritas,aturan-aturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan social.
Tahap 5.Orientasi Kontrak Sosial Legalistik
Tahap ini perbuatan yang benar didefinisikan  sebagai kebenaran individual secara umum dalam ukuran yang standar.
Tahap 6.The Universal Ethical Principle Orientation
Pada tahap ini,apa yang secara moral dipandang benar tidak harus dibatasi oleh hokum aturan social,akan tetapi dibatasi oleh kata hati dan kesadaran menurut prinsip etik.

C.Pandangan Psikolog Sosial Erik H.Erikson
1.Trust vs Mistrust
Tahap perma ini berkaitan dengan persoalan patut dipercaya(trust)dan apa yang tidak dapat dipercya(mistrust).
2.Autonomy vs doubt
Dalam tahap kedua ini Erikson mengidealisasi tumbuhnya sifat positif(autonomy)dan sifat negative(doubt)secara bersama-sama.
3.Initiative vs guilt
Dalam pandangan Erikson konflik yang paling menonjol di tahap ketiga ini adalah berkembannya suatu initiative terhadap satu sasaran atau tujuan,dan kemungkinan tumbuhahnya guilt dalam upayanya untuk mencapai sasaran.
4.Industry vs inferiority
Tahap keempat adalah tahap dimana anak mulai mampu menggunakan cara berfikir deduktif,disamping tumbuhnya kemauan untuk mau belajar mematuhi aturan.
5.Identity vs role confusion
Dimana proses identitas diri akan tumbuh dalam diri anak pada saat memasuki tahap phallic(4-6 tahun) dimana anak akan memperoleh kepuasaan.
6.Intimacy vs Isolation
Intimacy sebagai sesuatu kemampuan seseorang untuk berlaku bak dan bergaul secara harmonisdengan orang lain,isolation dimana seseorang tidak lagi mampu berlaku baik dan bergaul dengan orang lain.
7.Genrativity  vs self-absorption
Yang pertama menyangkut perluasan wawasan seseorang mengenai kesejahteran orang lain,sementara yang kedua berkaitan dengan wawasanseseorang mengenai kebutuhan dirinya sendirinya.
8.Integrity vs despair
Seseorang dikatakan telah memiliki integritas apabila ia telah mampu menyikapi kehidupannya sebagai suatu kenyataan yang sangat berguna dan berfaeda.
E.Implementasi Keterpaduan dalam Pembelaaran
1.Pemahaman Peserta Didik
Pemahaman peserta didik mencakup memahami pesertas didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif,memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip kepribadian,dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
2.Mengaktualisasi potensi  siswa
Guru memegang  peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.
3.Pemilihan Bahan pembelajaran
Dalam memiih bahan ajar ada beberapa prinsip yaitu:relevansikonsistensi,dan keckupan


BAB IV
KECERDASAN EMOSIONAL SEBAGAI HASIL BELAJAR

A.Pengertian Kecerdasan Emosional
Daniel Golemen menejaskan,pertama kecerdasan emosional tidak berarti bersikap ramah.kedua,kecerdasan emosional kecerdasan emosonal bukan berarti memberikan kebebasan kepada  perasaan untuk berkuasa.
Salovey dan Meyer mendefenisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan social yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri dan orang lain.
B.Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional
Goleman menggambarkan cirri-ciri kecerdasan emosional:
1.Kemampuan memotivasi diri sendiri
2.Ketahanan menghadapi frustasi
3.Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebihkan kesenangan
4.Kemampuan menjaga suasan hati ,berempati,dan berdoa
C.Emosi dan Kegunaannya
Kecerdasan emosi adalah bagian dari aspek kejiwaan seseorang yang paling mendalam,dan merupakan suatu kekuatan,karena dengan adanya emosi itu manusia dapat menunjukkan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi.Kekuatan emosi seringkali mengalahkan kekuatan nalar,sehingga ada suatu perbuatan yang mungkin secara nalar tidak mungkin dilakukan.Karena emosi merupakan suatu kekuatan yag dapat mengalahkan nalar,maka harus ada upaya untuk mengendalikan,mengatasi dan mendisiplinkan kehidupan emosional,dengan memberlakukan aturan guna mengurangi ekses-ekses gejolak emosi,terutama nafsu yang terlampau bebas dalam diri manusia yang seringkali mengalahkan nalar.
D. Kecakapan-kecakapan Emosional
Upaya-upaya yang hampir seluruhnya diarahkan dalam meningkatkan standar akademis, pada akhir-akhir ini mengalami kemunduran. Kecemasan yang sngat mendalam terhaap diperolehnya nilai-nilai buruk anak-anakdalam sejumlah pelajaran, ataupun hal-hal yang lainnya. Kekurangan lain yang menimbulkan kecemasan lebih besar tersebut adalah buta emosi.  Kekurangan ini menimbulkan ekses-ekses negatif lebih besar dibandingkan standar akademis.
Penyebab dari peristiwa–peristiwa kekerasan siswa adalah penyakit mental, utamanya berupa gejala-gejala depresi.  Berdasarkan penilaian guru dan orang tua di amerika pada tahun 1970an anak- anak usia 7 sampai 16 tahun rata-rata anak semakin parah dalam spesifik berikut;
1.      Menarik diri dari pergaulan atau
2.      Cemas dan depresi
3.      Memiliki masalah dalam hal perhatian dan berpikir
4.      Nakal atau agresif

Depresi atau kemerosotan emosi merupakan gejala universal kehidupan modern, dan  keadaan ini semakin parah bilamana keluarga tidak lagi dapat berfungsi dengan baik dalam meletakan landasan yang kuat bagi kehidupan anak. Cara yang paling terbaik untuk mencegah terjadinya berbagai tindakan kekerasan, penyalagunaan obat terlarang seagai dampak dari depresi adalah dengan mengembangkan keterampilan emosional melalui penemuan ketahanan diri pada anak. Keterampilan ini mencakup kepandaian bergaul yang membuat orang tertarik pada mereka, keyakinan diri dan sikap optimis yang harus menerus dalam menghadapi kegagalan dann kekecewaan, kemampuan untuk dengan cepat bangkit dari kegagalan, dan sikap santai. Sebuah kemampuan penting untuk mengendalikan dorongan hati adalah mengetahui perbedaan antara perasaan dengan tindakan, dan belajar membuat keputusaan emosional yang lebih baik dengan terlebih dahulu mengendalikan dorongan dan mengindetifikasi konsekuensi sebelum melakukan suatu tindakan. Pada sisi yang lain perlu penjelasan dan aturan-aturan yang tegas tentang hak-hak, kewajiban serta segala sesuatu yang dapat merugikan dan membahayakan diri anak.

E. Penerapan Kecerdasan Emosional
        Daya-daya emosi yang dimiliki oleh orang-orang dewasa sesungguhnya berakar darimana kehidupan kanak-kanak. Akar perbedaan emosi meskipun untuk sebagian bersifat biologis dapat pula di selusuri dari kehidupan masa kanak-kanak dan dari dua dunia emosi terpisah yang dihuni untuk laki-laki dan yang dihuni oleh anak-anak perempuan ketika mereka tumbuh dewasa. Oleh karena itu laki-laki terancam bila mana ada apa-apa yang dapat menantang kemandiriannya, sementara perempuan lebih terancam oleh putusnya hubungan yang mereka bina.

Perbedaan-perbedaan dalam pendidikan emosi menghasilkan keterampilan-keterampilan berbeda, anak perempuan mahir membaca baik sinyal emosi verbal maupun nonverbal, mahir mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan-perasaan, dan anak laki-laki menjadi cakap dalam meredam emosi berkaitan dengan perasaan renta, salah, takut dan sakit.

Setiap emosi yang kuat berakar dari adanya dorongan untuk bertindak, dan mengelolah dorongan itu sangat penting  bagi kecerdasan emosional. Untuk meredakan ketegangan yang menjadi perlu penenangan diri sehingga tidak akan mengarah pada terjadinya flooding, mendengarkan pembicaraan pasangan secara sungguh-sungguh tampa bersikap defensif. Kesemuannya ini tentu bukan hal yang mudah, akan tetapi akan memerlukan waktu dan perlu latihan-latihan.

Dalam proses pembelajaran, penerapan kecerdasan emosional dapat dilakukan secara luas dalam berbagai sesi, aktivitas dan bentuk-bentuk spesifik pembelajaran. Pemahaman guru terhadap kecerdasan emosional serta pengetahuan tentang cara-cara penerapannya kepada anak pada saat ini merupakan bagian  penting dalam rangka membentuk mewujudkan perkembangan potensi-potensi anak secara optimal. Karena itu berikut di uraikan bentuk kongkrit upaya mengembangkan kecerdasan emosional anak.

1.      Mengembangkan empati dan kepedulian

Pada uraian di atas salah satu bagian yang telah kita bahas bersama adalah tentang ciri-ciri kecerdasan emosional. Satu di antara ciri kecerdasan emosional tersebut adalah kemampuan menghadirkan sesuatu yang terjadi pada orang lain dalam emosi kita sendiri. Shapiro (1997:49), menguraikan satu kasus yang memberikan inspirasi kepada kita untuk memahami empati. Dalam kasus tersebut dijelaskan bahwa;
Dawina brooks, seorang anak kelas empat memilih untuk menulis karya tulis yang membahas kaum tunawisma. Sebagaimana kebanyakan anak seusianya, topik ini baru saja sampai ketahapan  menarik dan belum sampai ketahapan mempengaruhi. Oleh karena itu suatu hari dalam perjalanan pulangnya dari sekolah. Ia singgah untuk berbincang dengan seorang tunawisma dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana sebagai berikut, ‘’apa yang anda perlukan?’’. ‘’rumah dan pekerjaan,’’ jawab orang itu tnpa di buat-buat dwaina tahu bahwa ia tidak sanggu memenuhi kebutuhan itu, maka ia bertanya lagi,’’selain itu apa lagi yang anda perlukan?’’. ‘’makanan yang enak’’ jawab orang itu, dan kali ini dwaina merasa bahwa dalam hal ini mungkin dia dapat membantu.
Sesudah tiga hari membuat rencana dan berbelanja, dwaina dibantu oleh ibunya  dan kedua saudara perempuanya  membuat lebih dari 100 porsi makanan, lalu membawanya kesebuah tempat  penampunga tunawisma terdekat. Selanjutnya, ampir setiap jumat selama setahun, dwaina dan keluarganya berbuat demikian. Dengan dana sumbangan masnyarakat  sekitar dan bantuan teman-teman kelasnya, dwaina membuat ribuan porsi makanan bagi kaum tunawisma di dallas.
Waktu diwawancarai oleh wartawan usa ‘’today’’, ia menerangkan alasannya  berbuat demikian, ‘’tiap-tiap orang di antara kita pasti mepunyai dorongan untuk memperhatikan orang lain... memang sebetulnya kita memang berhutang. Tidak ada orang tidak pernah menerima bantuan dari orang lain. Maka kita harus selalu siap memberikan yang pernah kita terima dari orang lain.
Kasus di atas menceritakan kepada kita, melalui peran dwaina yang mencontohkan kepada kita makna empati. Ia mampu menempati diri dalam posisi orang lain. Bahkan ia lebih dari bersikap empati, karena begitu ia menyadari  apa yang di rassakan oleh tunawisma di lingkungannya, ia bergerak untuk membuat sesuatu lagi orang itu. Hasilnya ia meringankan penderitaan ratusan orang.
Anak-anak yang memiliki empati kuat cenderung tidak begitu agresif dan rela terlibat di dalam kegiatan sosial, misalnya menolong orang lain dan bersedia berbagi. Anak-anak yang bersikap empati pada umumnya lebih disukai rekan-rekan nya dan orang dewasa serta lebih berhasil baik disekolah maupun di tempat kera. Demikian juga anak-anak yang memiliki empati yang lebih kuat  ini memiliki kemampuan lebih besar untuk menjalin hubungan dengan teman sejawat dan orang lain.
Beberapa cara yang perlu di latihkan kepada anak untuk mengembangkan  sikap empati dan kepedulian, antara lain:
a.       Memperketat tuntutan pada anak mengenai sikap peduli dan tanggung jawab.
b.      Mengajarkan dan melatih anak mempraktekkan perbuatan-perbuatan baik.
c.       Melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan layanan masyarakat.

2.      Mengajarkan kejujuran dan integritas

Menurut paul ekman, penulis buku why children lie, ada bermacam-macam alasan mengapa anak tidak berkata benar; sebagian dapat dimengerti, yang lain tidak. Anak kecil saling sering berbohong dengan maksud untuk mengindari hukuman, untuk mendapatkan sesuatu yang meraka inginkan, atau untuk mendapatkan pujian dari sesama teman. Anak remja sering berbohong untuk melindungi privasinya, untuk menguji kewibawaan orang tua dan melepaskan diri dari rasa malu .

Beberapa hal penting yang dapat dilakukan guru atau orang tua dalam menumbuhkan kejujurananak ,antara lain adalah:
a.       Usaha agar pentingnya kejujuranterus menjadi topik pembincangan dalam rumah tangga, kelas dan sekolah.
b.      Membangun kepercayaan
Membangun kepercayaan anak dapat dilakukan baik dengan menyampaikan ceria-cerita bertemakan saling kepercayaan, atau melalalui berbagai bentuk permainan.
c.       Menghormati privasi anak
Menghormati privasi anak berarti memberikan ruang yang berarti tumbuhnya rasa percaya pada anak dan penghargaan pada anak.

3.      Mengajarkan memecahkan masalah
Dari pengamatan yang kita lakukan, pada umumnya orang tua dan guru kurang memberikan kepercayaan penuh kepada anak-anak untuk memecahkan masalah. Kebanyakan oarang tua  begitu cepat memberikan bantuan kepada anak dalam menyelesaikan sesuatu, padahal bantuan itu belum betul-betul dibutuhkan. Demikian pula begitu sering orang tua maupu guru membuatkan suatu keputusan bagi anak-anak itu, padahal biala mana meraka diberikan kesempatan dan dorongan yang lebih besar, mungkin sekali mereka mampu memandang masalah dari segala sisi dan memecahkan masalah yang rumit sekalipun yang sesungguhnya sangat berguna bagi kelangsungan dan kualitas hidup mereka.
Hal sangat penting yang harus diketahui para pendidik adalah kemampuan memecahkan masalah  merupakan bagian yang menyatu dengan proses pertumbuhan. Pertumbuhan intelektual dan emosional anak didorong oleh proses pemecahan masalah. Seperti keterampilan AQ yang lainnya, kemampuan anak untuk memecahkan masalah umumnya sejalan denga peningkatan usia.
Anak-anak sanggup memecahkan masalah yang lumayan rumit bila mereka terbiasa dibimbing menggunakan istilah-istilah yang akrab dan kongkrit bagi mereka, walaupun sering kali kita gagal menjawab soal yang sama jika soal itu disajikan dalam bentuk asbtrak yang tidak jelas. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, anak-anak harus sesering mungkin di ajak untuk memecahkan masalah yang sesuia dengan tingkat usia dan pengalaman yang mereka dapat. Bilamana anak dibiasakan memecahkan masalah,maka berarti guru atau orang tua telah membangun gudang pengalaman yang kelak dapat mereka gunakan untuk memecahkan masalah-masalah berikutnya.
Dalam  sebuah buku yang berjudul becoming A teacher, parkey (1997) mengemukakan bahwa untuk mengadapi tantangan masa depan, siwa membutuhkan pengetahuan, keterampilan, masa depan, siwa akan membutuhkan pengetahuan, keterampilan sikap dan nilai  di sembilan area kunci yaitu;
a.       Kemapuan berbahasa, matematika dan sain,
b.      Keterampilan teknologi baru,
c.       Kempuan pemecahan masalah, pikiran kritis dan kreativitas,
d.      Kesadaran sosial, keterampilan berkomunikasi dan membangu sinergisitas kelompok,
e.       Kesadaran global dan keterampilan konsevasi,
f.        Pendidikan kesehatan  kesejakteraan,
g.       Orientasi moral dan etika,
h.       Kesadaran estetika,
i.         Pendidikan seumur hidup untuk kemandirian belajar.
 
Dalam praktik pembelajaran , mengajarkan  anak memecahkan masalah akan lebih baik bilamana juga sekaligus diajarkan cara-cara berpikir sistematik. Karena itu langkah-langkah pemecahan masalah berikut sangat tepat untuk diterapkan, yaitu:
a.       Mengindentifikasi msalah
b.      Memikirkan alternatif pemecahan
c.       Membandingkan internatif-internatif pemecahan yang mungkin akan dipilih
d.      Menentukan pemecahan yang terkait .
Dalam mengajarkan siswa memecahkan masalah, guru hendaknya memperhatikan secara sungguh-sungguh pengalaman-pengalaman siswa, terutama sekali di kalangan siswa yang berada pada jenjang pendidikan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena anank-anak belajar memecahkan masalah melalui pengalaman-pengalaman merek. Upayakan sedapat mungkin memberikan tantngan untuk memecahkan masalah tersebut yang memungkinkan mereka merasa lebih percaya diri serta merasa memilki keleluasaan dalam mengambil keputusan yang tepat .























BAB V
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

Pendahuluan
            Pencapaian tujuan belajar merupakan muara dari seluruh aktivita pembelajaran.agar tujuan  belajar dapat tercapai sebagaimana diharapkan, maka guru hendaknya memperhatikan secara cermat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi atau menentukan ketercapaian tujuan belajar sehingga semua potensi yang ada dapat didayakan secara optimal untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.
            Salah faktor penting yang harus diperhatikan guru adalah berkenaan dengan prinsip-prinsip belajar dan asa-asas pembelajaran. pemahaman dan keterampilan menerapkan prinsip-prinsip belajar dan asas pembelajaran akan membantu guru untuk mampu mengelola proses pembelajaran secara tepat, sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
A.PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
            Dalam proses pembelajaran,guru dituntut untuk mampu mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu proses panjang yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu,apalagi dalam waktu yang sangat singkat.
            Davies (1992:32), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran,yaitu:
1.      Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya.
2.      Setiap murid belajar menuntut tempo(kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur,terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
3.      Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberi penguatan(reinforcement).
4.      Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran,memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.
5.      Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri,maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.
B.IMPLIKASI PRINSIP-PRINSIP BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN
            Berikut ini diuraikan beberapa prinsip belajar yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran.
1.      Prinsip perhatian dan motivasi
Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar memiliki energi atau kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat.motivasi sebagai suatu kekuatan yang mampu mengubah energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.
      Motivasi terkait erat dengan kebutuhan. Semakin besar kebutuhan seseorang akan sesuatu yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi untuk mencapainya.
            Dalam kegiatan belajar, peran guru sangat penting di dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Menyadari bahwa motivasi terkait erat dengan kebutuhan,maka tugas guru adalah meyakinkan para siswa agar tujuan belajar yang ingin diwujudkan menjadi suatu kebutuhan bagi setiap siswa. Guru hendaknya dapat meyakinkan siswa bahwa hasil belajar yang baik adalah suatu kebutuhan guna mencapai sukses yang dicita-citakan.
            Motivasi dapat bersifat internal dan eksternal. Beberapa penulis atau ahli yang lain menyebutnya motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Motivasiinternal dan instrinsik, adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu aktivitas.
            Motivasi eksternal adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu.motivasi eksternal melalui proses belajar dan interaksi individu dengan lingkungannya dapat berubah menjadi motivasi internal.proses perubahan dari motivasi ekstrinsik menjadi motivasi instrinsik pada seseorang disebut “transformasi motif”.
            Penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan dapat berlangsungdengan baik, bialamana guru memahami memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut:
a)   Setiap individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspek-aspek biologis,sosial dan emosional,akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang ia miliki saat ini.
b)  Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha.
c)   Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian.
d)  Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatan motivasi belajar.
e)   Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
f)    Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terhadap motivasi dan perilaku.
g)   Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena memang ingin belajar.
h)   Kompetisi dan insentif dalam waktu tertentu dapat meningkatkan motivasi.
i)     Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan.
j)    Proses belajar an kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat mempertinggi motivasi.
2.PRINSIP TRANSFER DAN RETANSI
            Berkenaan dengan proses transfer dan retensi terdapat beberapa prinsip yaitu:
a.       Tujuan belajar dan daya ingat dapat menguat retensi.
b.      Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik.
c.       Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik dimana proses belajar itu terjadi.
d.      Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik.
e.       Penelaahan bahan-nahan faktual, keterampilan dan konsep dapat meningkatkan retensi.
f.        Tahap akhir belajar seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik generalisasi, yang pada gilirannya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan transfer.

3.PRINSIP KEAKTIFAN
            Keaktifan anak dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, disadari dan dikembangkan oleh setiap guru di dalam proses pembelajaran. demikian pula berarti harus dapat diterapkan oleh setiap siswa dalam setiap bentuk kegiatan belajar. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika dibutuhkan.
            Implikasi prinsip keaktifan atau aktivitas bagi guru di dalam proses pembelajaran adalah:
ü      Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses belajarnya.
ü      Memberi kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen.
ü      Memberi tugas individual dan kelompok melalui kontro guru.
ü      Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respon terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
ü      Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran.


4.PRINSIP KETERLIBATAN LANGSUNG
            Keterlibatan langsung siswa di dalam proses pembelajaran memiliki intensitas keaktifan yang lebih tinggi.keterlibatan langsung siswa memberi banyak sekali manfaat baik manfaat yang langsung dirasakan pada saat terjadinya proses pembelajaran tersebut, maupun manfaat jangka panjang setelah proses pembelajaran terjadi.
            Bilamana proses belajar untuk mencapai perubahan-perubahan tersebut melibatkan peran langsung siswa, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang lebih cepat karena siswa terlibat di dalam mengalami sendiri, atau mempraktekkan sendiri dimensi-dimensi kemampuannya. Dengan demikian pula sekaligus siswa mengetahui kemampuan-kemampuan dirinya, sehingga memungkinkan tumbuhnya dorongan atau motivasi untuk mengembangkan diri.
5.PRINSIP PENGULANGAN
            Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat, mengamati, menghapal, menanggapi dan sebagainya.melalui latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.
            Stephen R.Covey, pengarang buku “the 7 habits of effective people”, mengemukakan bahwa kebiasaan sebagai titik pertemuan dari pengetahuan,keterampilan dan keinginan. . Pengetahuan adalah paradigma teoritis, apa yang harus dilakukan dan mengapa. Keterampilan adalah bagaimana melakukannya. Dan keinginan adalah motivasi, keinginan untuk melakukan. Agar sesuatu bisa menjadi kebiasaan dalam hidup kita, kita harus mempunyai ketiga hal tersebut.
            Implikasi prinsip-prinsip pengulangan bagi guru adalah:
Ø      Memilih pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan.
Ø      Merancang kegiatan pengulangan.
Ø      Mengembangkan soal-soal latihan.
Ø      Mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengulangan bervariasi.

Sedangkan pada siswa sangat dituntut untuk memiliki kesadaran yang mendalam agar bersedia melakukan pengulangan latihan-latihan baik ditugaskan oleh guru maupun atas inisiatif dan dorongan diri sendiri.

6. Prinsip Tantangan
Depoter (2000:23) mengemukakan bahwa studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menanatang serta ramah, dan mereka memiliki peran di dalam pengambilan keputusan. Bilamana anak merasa tertantang dalam suatu pelajaran, maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya.
Model-model pembelajaran yang menempatkan siswa hanya menerima saja apa yang diberikan atau disampaikan oleh guru, memiliki kadar keterlibatan mental yang sangat rendah. Beberapa bentuk kegiatan berikut dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru untuk menciptakan tantangan dalam kegiatan belajar, yaitu:
1.       Merancang dan mengelola kegiatan inquiry dan eksperimen;
2.       Memberikan tugas-tugas pemecahan masalah kepada siswa;
3.       Mendorong siswa untuk membuat kesimpulan pada setiap sesi pembelajaran;
4.       Mengembangkan bahan-bahan pembelajaran yang menarik;
5.       Membimbing siswa menemukan fakta, konsep, prinsip dan generalisasi;
6.       Merancang dan mengelola kegiatan diskusi.

7.     Prinsip Balikan dan Penguatan

Prinsip balikan dan penguatan pada dasarnya merupakan implementasi dari teori belajar yang dikemukakan oleh Skiner melalui Teori Operant Conditioning dan salah satu hukum belajar dari Thorndike yaitu “law of effect”. Menurut hukum belajar ini, siswa akan lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil dan baik. Hasil belajar, apalagi hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh positif bagi upaya-upaya belajar berikutnya.
Sumantri dan Permana (1999:274) mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari pemberian penguatan,yaitu:
a.       Membangkitkan motivasi belajar peserta didik
b.       Merangsang peserta didik berpikir lebih baik
c.       Menimbulkan perhatian peserta didik
d.       Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi
e.       Mengendalikan dan mengubah sikap negatif peserta didik dalam belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar

Terdapat beberapa jenis penguatan yang dapat dilakukan guru:
1.       Penguatan verbal, yaitu penguatan yang diberikan guru berupa kata-kata/kalimat yang diucapkan, seperti: “bagus”, “baik”, “smart”, “tepat” dan sebagainya.
2.       Penguatan gestural, yaitu penguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik kepada peserta didik. Penguatan gestural dapat berupa; tepuk tangan, acungan jempol, anggukan, tersenyum, dan sebagainya.
3.       Penguatan dengan cara mendekati, yaitu perhatian guru terhadap perilaku peserta didik dengan cara mendekatinya. Penguatan dengan cara mendekati ini dapat dilakukan ketika peserta didik menjawab pertanyaan, bertanya, berdiskusi atau sedang melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.
4.       Penguatan dengan cara sentuhan, yaitu penguatan yang dilakukan guru dengan cara menyentuh peserta didik, seperti  menepuk pundak, menjabat tangan, mengusapk kepala atau bentuk lainnya.
5.       Penguatan dengan cara memberikan kegiatan yang menyenangkan. Memberikan penghargaan kepada kemampuan peserta didik dalm suatau bidang tertentu, seperti peserta didik yang pandai bernyanyi diberikan kesempatan untuk melatoih vokal pada temannya..
6.       Penguatan berupa tanda atau benda, yaitu memberikan penguatan kepada peserta didik berupa simbol-simbol atau benda-benda. Penguatan ini dapat berupa komentar tertulis atas karya peserta didik, hadiah, piagam, lencana dan sebagainya.

Implikasi prinsip-prinsip balikan dan penguatan bagi guru antara lain: (1) memberikan balikan dan penguatan secara tepat, baik teknik, waktu meupun bentuknya, (2) memberikan kepada siswa jawaban yang benar, (3) mengoreksi dan membahas pekerjaan siswa, (4)memberikan catatan pada hasil pekerjaan siswa baik berupa angka maupun komentar-komentar tertentu, (5) memberikan lembar jawaban atau kerja siswa, (6) emngumumkan atau menginformasikan peringkat secara terbuka, (7) memberikan penghargaan.

8.     Prinsip Perbedaan Individual
Sebelum guru menentukan strategi pembelajaran, metode dan teknik-teknik evaluasi yang akan dipergunakan, maka guru terlebih dahulu dituntut untuk memahami karakteristik siswa dengan baik. Hal ini dikarenakan dari hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor. Seperti sikap siswa, kemampuan dan gaya belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari (Killen,1998:5).
Dalam pandangan DePorter & Henarcki (2001:117) terdapat tiga karakteristik atau modalitas belajar siswa yang perlu diketahui oleh setiap pendidik dalam prose pembelajaran,yaitu:
a.       Orang-orang yang visual, yang seringkali ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara di telpon, berbicara dengan tepat, lebih suka melihat peta dari pada mendengarkan penjelasan;
b.       Orang-orang yang auditorial, yang sering ditandai suka berbicara sendiri, lebih suka mendengarkan ceramah atau seminar daripada membaca buku , lebih suka berbicara daripada menulis;
c.       Orang-orang yang kinestetik, yang sering ditandai berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, banyak menggerakkan anggota tubuh ketika berbicara, sulit untuk duduk dan diam.

Secara lebih spesifik berkenaan dengan implikasi atau penerapan prinsip-prinsip perbedaan individual dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru sebagai berikut:
1.       Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya untuk selanjutnya mendapat perlakuan dan layanan kegiatan belajar yang mereka butuhkan
2.       Para siswa harus terus didorong untuk mampu memahami potensi dirinya dan untuk selanjutnya mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan
3.       Peserta didik membutuhkan variasi layanan, tugas, bahan dan metode yang selaras dengan minat, tujuan dan latar belakang mereka
4.       Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya serta pemenuhan kebutuhan belajar maupun bimbingan yang berbeda denga siswa-siswa yang lain
5.       Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar dapat lebih diperkuat bilamana para siswa tidak merasa terancam oleh proses yang ia ikuti serta lingkungannya sehingga mereka memiliki keleluasaan untuk berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan belajar
6.       Para siswa yang telah memahami kekuatan dirinya akan lebih cenderung memiliki dorongan dan minat untuk belajar secara lebih sungguh-sungguh.

Prinsip Belajar Kognitif
Beberapa hal berikut ini sangat penting diperhatikan dalam proses pembelajaran kognitif:
a.       Perhatian harus dipusatkan pada aspek-aspek lingkungan yang relevan sebelum proses belajar kognitif terjadi
b.       Hasil belajar kognitif akan bervariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbadaan individual yang ada
c.       Bentuk-entuk kesiapan perbendaharaan kata atau kemampuan membaca, kecakapan dan pengalaman berpengaruh langsung terhadp proses belajar kognitif
d.       Oengalaman belajar harus di organisasikan kedalam satuan-satuan atau unit-unit yang sesuai
e.       Bila menyajikan konsep, kebermaknaan dalam konsep amatlah penting. Perilaku mencari, penerapan, pendefinisian resmi dan penilaian sangat di perlikan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna
f.        Dalam memecahkan masalah, para siswa harus dibantu untuk mendefinisikan dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan tumbuhnya kemampuan berfikir yang multy dimensional (divergent thinking)

Prinsip Belajar Afektif
Pembelajaran afektif dapat dilaksanakan dengan baik dalam upaya mencapai hasil belajar yang diharapkan bilamana guru memperhatikan beberapa hal berikut:
a.       Sikap dan nilai tidak hanya diperoleh dari proses pembelajaran langsung, akan tetapi sering diperoleh melalui proses identifikasi dari orang lain
b.       Sikap lebih mudah dibentuk karena pengalaman yang menyenangkan]
c.       Nilai-nilai yang ada pada diri individu dipengaruhi oleh standar prilaku kelompok
d.       Bagaimana para siswa menyesuaikan diri dan memberi reaksi terhadap situasi akan memberi dampak dan pengaruh terhadap proses belajar afektif
e.       Dalam banyak kesempatan nilai-nilai penting yang dieroleh pada maas kanak-kanak akan tetap melekat sepanjang hayat
f.        Proses belajar di sekolah dan kesehatan mental memiliki hubungan yang erat
g.       Model interaksi guru dan dan siswa yang positif dalam proses pembelajaran di kelas, dapat memberikan kontribusi bagi tumbuhnya sikap positif di kalangan siswa
h.       Para siswa dapat dibantu agar lebih matang dengan cara memberikan dorongan bagi mereka untuk lebih mengenal dan memahami sikap, peranan serta emosi.

Prinsip Belajar Psikomotorik
Terdapat beberapa hal penting yang perlu diketahui guru berkenaan dengan pembelajaran psikomotorik:
a.       Perkembangan psikomotorik anak, sebagian berlangsng secara beraturan dan sebagian di antaranya tidak beraturan
b.       Di dalam tuga suatu kelompok akan menunjukkan variasi kemampuan dasar psikomotorik
c.       Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan taraf penampilan psikomotoril
d.       Melalui aktivitas bermain dan aktivitas informal lainnya para siswa akan memperoleh kemampuan mengontrol gerakannya secara lebih baik
e.       Seirama dengan kematangan fisik dan mental, kemampuan belajar untuk memadukan dan memperluas gerakan motorik akan lebih dapat diperkuat
f.        Faktor-faktor lingkungan memberikan pengaruh terhadap bentuk dan cakupan penampilan psikomotor individu
g.       Penjelasan yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif siswa dapat menambah efisiensi belajar psikomotorik
h.       Latihan yang cukup yang diberikan dalam rentang waktu tertentu dapat memperkuat proses belajar psikomotorik
i.         Tugas-tugas psikomootorik yang terlalu sukar bagi siswa dapat menimbulkan keputusasaan dan kelelahan yang lebih cepat














BAB VI
MODEL MODEL PEMBELAJARAN
Pendahuluan
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif  di dalam proses pembelajaran. Untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif maka setiap guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan konsep dan cara cara pengimplementasian model model tersebut dalam proses pembelajaran. Demikian juga pentingnya pemahaman guru terhadap sarana dan fasilitas sekolah yang tersedia, kondisi kelas dan beberapa faktor lain yang terkait dalam pembelajaran.
A.       Hakikat Model Pembelajaran
Dalam hal ini, model model pembelajaran yang dipilih dan dikembangkan guru hendaknya dapat mendorong siswa untuk belajar dengan mendayagunakan potensi yang mereka miliki secara optimal. Belajar yang kita harapkan bukan sekedar mendengar, memperoleh atau menyerap informasi yang disampaikan guru.
Dalam sebuah situs pembelajaran Huitt (2003), mengemukakan rasionalitas pengembangan model pembelajaran. Model model pembelajaran dikembangkan utamanya beranjak dari adanaya perbedaan berkaitan dengan berbagai karakteristik kepribadian, kebiasaan kebiasaan, modalitas belajar yang bervariasi antara individu satu dengan yang lain, maka model pembelajaran guru juga harus selayaknya tidak terpaku hanya pada model tertentu, akan tetapi harus bervariasi.
Menurut Gagne, ada lima kemampuan manusia yang merupakan hasilbelajar sehingga memerlukan berbagai model dan strategi pembelajaran untuk mencapainya, yaitu :
1.    Keterampilan intelektual, yakni sejumlah pengetahuan mulai dari kemampuan baca, tulis, hitung, sampai kepada pemikiran yang rumit.
2.    Strategi kognitif, yaitu kemampuan mengatur cara belajar dan berpikir seseorang dalam arti selua luasnya.
3.    Informasi verbal, yakni pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
4.    Keterampilan motorik, yakni kemampuan dalam bentuk keterampilan menggunakan sesuatu, keterampila gerak.
5.    Sikap dan nilai, yakni hasil belajar yang berhubungan dengan sikap, intensitas emosional.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Melalui proses pemilihan model pembelajaran yang tepat guru dapat memilih atau menyesuaikan jenis pendekatan dan metode pembelajaran dengan karakteristik materi yang disajikan. Oleh sebab itu guru dituntut untuk memiliki pemahaman komprehensip serta mampu mengambil keputusan yang rasional kapan waktu yang tepat untuk menerapkan  salah satu atau beberapa strategi secara efektif (Killen, 1998).
Brady (1985: 7), mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Untuk lebih memahami model pembelajaran, selanjutnya ia mengemukakan empat premis tentang model pembelajaran, yaitu :
1.    Model memberikan arah untuk persiapan dan implementasi kegiatan pembelajaran.
2.    Meskipun terdapat sejumlah model pembelajaran yang berbeda, namun pemisahan antara satu model dengan yang lain tidak bersifat deskrit.
3.    Tidak ada satupun model pembelajaran yang memiliki kedudukan lebih penting dan lebih baik dari yang lain.
4.    Pengetahuan guru tentang berbagai model pembelajaran memiliki arti penting di dalam mewujudkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

B.       Kelompok dan Jenis jenis Model Pembelajaran
Berikut diuraikan beberapa diantara contoh kelompok model model pembelajaran yang dapat diterapkan guru secara sinergis melalui aktivitas pembelajaran yang dikelolanya.
1.        Kelompok model interaksi sosial (social interaction models)
Model interaksi sosial adalah suatu model pembelajaran yang beranjak dari realitas kehidupan, individu tidak mungkin melepasakna dirinya dari interaksi dengan orang lain. Karena itu proses pembelajaran  harus dapat menjadi wahana untuk mempersiapkan siswa agar dapat berinteraksi dengan masyarakat.
Keompok model interaksi sosial ini meliputi sejumlah model, yaitu :
a.    Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Joyce, Weil dan Calhoun (2000: 16) mengungkapkan bahwa model investigasi kelompok menawarkan agar dalam mengembangkan masalah moral dan sosial, siswa diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama atau “cooperative inquiry” terhadap masalah masalah sosial dan moral, maupun masalah akademis. Pada dasarnya model ini dirancanguntuk memimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksploirasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.
b.    Bermain Peran (Role Playing)
Model ini dirancang khususnya untuk membantu siswa mempelajari nilai nilai sosial dan moral dan pencerminannya dalam perilaku. Disamping itu model ini digunakan pula untuk membantu para siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu isu moral dan sosial. Sebagai model mengajar, model ini mencoba membantu individu untuk menemukan makna cinta pribadi dalam dunia sosial dan berupaya memecahkan dilema dilema sosial dengan bantuan kelompok. Karena itu pada dimensi sosial model ii memungkinkan individu untuk bekerjasama dalam menganalisis situasi sosial, terutema permasalahan interpersonal melalui cara cara yang demokratis guna menghadapi situasi tersebut.
c.    Model Penelitian Yurisprudensi (Jurisprodential Inquiry)
Model ini bertujuan untuk membantu siswa belajar berfikir secara sistematis tentang isu isu mutahir. Para siswa dituntut merumuskan isu isu tersebut dan menganalisis pemikiran pemikiran alternatif. Model ini potensial untuk digunakan dalam bidang studi yang membahas isu isu kebijakan umum atau berkaitan dengan kebijakan umum, termasuk yang berkenaan dengan isu isu atau konflik moral dalam kehidupan sehari hari.

2.        Kelompok model pengolahan informasi (Information Processing Model)
Kelompok model pengolahan informasi salah satu kelompok model pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada aktivitas aktivitas yang terkait dengan proses atau pengolahan informasi atau meningkatkan kapabilitas siswa melalui proses pembelajaran.
Ada beberapa bentuk model yang dapat dipertimbangkan guru untuk diterapkan di dalam proses pembelajaran, yang termasuk kelompok model ini yaitu :
a.    Berpikir induktif (inductive thingking)
Model pembelajaran ini beranggapan bahwa kemampuan berpikir seseorang tidak dengan sendirinya dapat berkembang dengan baik jika proses pembelajaran dikembangkan tanpa memperhatikan kesesuaiannya dengan kebutuhan berpikir seseorang. Kemampuan berpikir harus diajarkan melalui pendekatan yang khusus yang memungkinkan para siswa terampil berpikir. Strategi strategi pembelajaran yang terarah pada pengembangan kemampuan berpikir siswa harus digunakan berurutan karena keterampilan berpikir yang satu dibangun di atas yang lain secara sequensial pula.
b.    Pencapaian konsep (concept attainment)
Model pencapaian konsep adalah model pembelajaran yang dirancang untuk menata atau menyusun data senhingga konsep konsep penting dapat dipelajari secara tepat dan efisien. Model ini memiliki pandangan bahwa para siswa tidak hanya dituntut un tuk mampu membentuk konsep melalui proses pengklasifikasian data akan tetapimereka juga harus dapat membentuk susunan konsep dengan kemampuannya sendiri.
c.    Memorisasi
Model ini diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa menyerap dan mengintegrasikan informasi sehingga siswa siswa dapat mengingat informasi yang telah diterima dan dapat me-recall kembali pada saat yang diperlukan.
d.    Advance organizers
Model advance organizersterdiri dari tiga tahap, yaitu :
·        Menjelaskan panduan pembelajaran. Pada tahap ini ada beberapa kegiatan pokok yang dilakukan guru ; menjelaskan tujuan pembelajaran, mempresentasikan panduan pembelajaran dan menumbuhkan kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa yang relevan.
·        Menjelaskan materi dan tuga tugas pembelajaran. Tahap ini meliputi kegiatan ; menjelaskan materi pembelajaran, membangkitkan perhatian siswa, mengatur secara eksplisit tugas tugas, dan menyusun susuna logis materi pembelajaran.
·        Memperkokoh pengorganisasian kognitif. Pada tahap ini kegiatan kegiatan pokok yang dilakukan adalah menggunakan prinsip prinsip secara terintegrasi, meningkatkan keaktifan aktivitas pembelajaran, dan mengembangkan pendekatan pendekatan kritis guna mmperjelas materi pembelajaran.
e.    Penelitian ilmiah (Scientific inqury)
Esensi model penelitian ilmiah adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa di dalam menyelesaikan masalah melalui suatu penelitian dengan membandingkan masalah tersebut dengan kondisi nyata pada areal penelitian, membantu siswa di dalam mengidentifikasi konsep atau metode pemecahan masalah pada kawasan penelitian atau membantu mereka agar mampu mendesain cara cara mengatasi masalah.
f.     Inqury training
Model ini diarahkan untuk mengajarkan siswa suatu proses dalam rangka mengkaji dan menjelaskan suatu fenomena khusus. Inqury training dimulai dengan menyajikan peristiwa yang mengandung teka teki kepada siswa. Siswa siswa yang menghadapi situasi tersebut akan termotivasi menemukan jawaban masalah masalh yang masih menjadi teka teki tersebut. guru dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan prosedur pengkajian sesuai dengan langkah langkah yang ditentukan.
g.    Synestics
Penerapan model sinektik di dalam proses pembelajaran dilakukan melalui enam tahap, yaitu :
·        Guru menugaskan siswa untuk mendiskripsikan situasi yang ada sekarang
·        Siswa mengembangkan berbagai analogi, kemudian memilih satu dintara analogi tersebut kemudian mendiskripsikan dan menjelaskannya secara mendalam.
·        Siswa menjadi bagian dari analogi dari yang dipilihnya pada tahap sebelumnya.
·        Siswa mengembangkan pemikiran dalam bentuk deskripsi deskripsi dari yang dihasilkannyapada tahap dua dan tiga, kemudian menemukan pertentangan pertentangan.
·        Siswa menyimpulkan dan menentukan analogi analogi tidak langsung lainnya.
·        Guru mengarahkan agar siswa kembali pada tugas dan masalah semula dengan menggunakan analogi analogi terakhir atau dengan menggunakan seluruh pengalaman sinekttik.

3.        Kelompok Model Personal ( The Personal Family Model )
Model personal dikembangkan dengan beberapa tujuan esensial, yaitu :
Ø      Untuk mengarahkan perkembangan dan kesehatan mental dan emosional melalui perkembangan rasa percaya diri dan pandangan realistik tentang dirinya, dengan membangun rasa empati dirinya terhadap orang lain.
Ø      Mengembangkan keseimbangan proses pendidikan beranjak dari kebutuhaan dan aspirasi siswa sendiri.
Ø      Mengembangakan aspek aspek khusus kemampuan berpikir kualitatif.
Model personal pada dasarnya beranjak dari pandangan tentang “kedirian”. Yang termasuk model ini adalah model pembelajaran tanpa arahan dan model model yang terarah pada peningkatan rasa percaya diri.
a)        Pembelajaran Tanpa Arahan (Non Directive Teaching)
Model pembelajaran tanpa arahan adalah model yang berfokus pada upaya memfasilitasi kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar diorganisasi sedemikian rupa untuk membantu siswa mengembangkan integritas kepribadian, meningkatkan evektivitas serta membantu merealisasikan harapan atau cita cita siswa. Model ini didasari asumsi bahwa siswa memiliki rasa tanggung jawab terhadap aktivitas belajarnya, karena keberhasilannya tergantung pada kemauan yang ada dalam dirinya.
Implementasi model pembelajaran tanpa arahan lebih banyak dilakukan dalam bentuk interviu tidak langsung yang dilakukan melalui beberapa urutan yang terbagi dalam enam fase. Keenam fase tersebut, yaitu :
ü   Fase pertama, membantu siswa mendefinisikan situasi.
ü   Fase kedua, adalah menemukan masalah. Pada fase ini, siswa dimotivasi untuk mendefinisikan masalah.
ü   Fase ketiga, mengembangkan pemahaman atau pengertian siswa.
ü   Fase keempat, merencanakan dan merumuskan keputusan.
ü   Fase kelima, integrasi dimana para siswa mendapatkan pemahaman lebih mendalam dan mengembakan tindakan tindakan positif.
ü   Fase keenam, siswa melakukan bentuk tindakan tindakan poisitif.
b)        Model pembelajaran untuk meningkatkan rasa percaya diri (Enhancing Self Esteem)
Terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat dipergunakan yang dapat dipergunakan guru di dalam menumbuhkan brasa percaya diri siswa yang merupakan bagiandari model model personal. Winatapura (2005: 6) mengemukakan selain dari model pembelajaran tanpa arahan sebagaimana dikemukakan sebelumnya, masih ada beberapa model lain yang juga diarahkan untuk mendorong peningkatan integritas kepribadian, terutama rasa percaya diri siswa, yaitu model sinektik sebagaimana telah dibahas terdahulu, latihan kesadaran dan pertemuan kelas.
v     Model latihan kesadaran (Ewareness Training Models)
Model latihan kesadaran adalah model pembelajaran yang diarahkan untuk memperluas kesadaran diri dan kemampuan untuk merasa dan berpikir. Model ini berisikan rangkaian kegiatan yang dapat mendorong timbulnya refleksi hubungan antar individu, citra diri, eksperimen dan penampilan diri. Di dalam proses pembelajaran, latihan kesadaran dimulai dengan pengaturan para siswa melalui berbagai bentuk arahan dari guru. Siswa siswa terlibat di dalam aktivitas dan diskusi untuk mengidentifikasi berbagai reaksi reaksi emosional.
v     Model pertemuan kelas (Classroom Meeting)
Di dalam kelas, model ini diwujudkan seperti layaknya rapat atau pertemuan dimana kelompok bertanggung jawab untuk membangun sistem sosial yang sesuai untuk melaksanakan tugas tugas akademis dengan mempertimbangkan unsur perbedaan perseorangan denga tetap menghargai tugas tugas bersama dan hak hak orang lain.

4.        Kelompok Model-model Sistem Perilaku
Secara teoritik kelompok model sistem perilaku ini berasal dari teori teori belajar sosial. Model ini juga dikenal pula sebagai Modifikasi Perilaku, terapi perilaku dan Sibernetika atau Cybernetic (Winatapura, 2005: 7).
Terdapat beberapa bentuk model yang termasuk kelompok model ini, yaitu ; Belajar Tuntas (Mastery Learning), Pengajaran Langsung (Direct Instruction), Simulasi (Simulation), Belajar Sosial (Social Learning). Berikut penjelasan masing masingnya.

a)        Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Untuk memahami bagaimana bentuk dan karakteristik belajar tuntas dapat diketahui dari beberapa ciri ciri berikut ;
·        Setiap tujuan pembelajaran dinyatakan secara jelas da terukur dan memuat apa yang harus siswa siswa lakukan.
·        Tujuan tujuan pembelajaran harus dikelompokkan.
·        Tujuan pembelajaran harys merupakan pilihan tindakan yang benar benar dan mungkin dapat dilakukan, sehingga perubahab perubahan yang terjadi akibat proses pembelajaran benar benar dapat diukur.
·        Tujuan pembelajaran harus menggambarkan kebermaknaan urutan (sequence) atau unit.

b)        Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Pengajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran dimana kegiatannya terfokus pada aktivitas aktivitas akademik. Sehingga di dalam implementasi kegiatan pembelajaran guru melakukan kontrol yang ketat terhadap kemajuan belajar siswa. Tujuan utama model pembelajaran langsung adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Sedangka dampak pengajarannya adalah tercapainya ketuntasan muatan akademik dan keterampilan, meningkatnya motivasi belajar siswa serta meningkatnya kemampuan siswa.

c)        Simulasi
Simulasi sebagai salah satu model pembelajaran merupakan penerapan dari prinsip sibernetik sebagai salah satu cabang psikologi. Simulasi yang diterapkan di kelas drancang untuk mencapai kelebihan kelebihan tertentu dalam pendidikan. Untuk mencapai hasil yang diharapkan pengembangan model simulasi ini dilakukan melalui beberapa tahap berikut ;
Tahap orientasi;
ü      Menyajikan berbagai topik simulasi dan konsep konsep yang akan diintegrasikan dalam simulasi.
ü      Menjelaskan prinsip prinsip simulasi dan permainan.
ü      Memberikan gambaran teknis tentang pelaksanaan simulasi.
Tahap latihan peserta;
ü      Merancang skenario.
ü      Melakukan percobaan singkat suatu episode.
Tahap proses simulasi;
ü      Melaksakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan.
ü      Memperoleh balikan dan evaluasi terhadap performan dan hasil pengamatan.
ü      Melakukan klarifikasi terhadap kekeliruan konsepsi.
ü      Menunjukkan kegiatan simulasi.

Tahap pemantapan;

ü      Membuat ringkasan tentang peristiwa peristiwa yabg diamati dan persepsi persepsi yang berkembang selama simulasi.
ü      Membuat ringkasan tentang kesulitan/kendala kendala yang dihadapi dalam simulasi.
ü      Menganalisis proses simulasi
ü      Membandingkan aktivitas simulasi dengan kenyataan sesungguhnya.
ü      Menggabungkan proses simulasi dengan isi pelajaran.
ü      Menilai dan merancang kembali simulasi mengacu pada catatan catatan ringkasan serta analisis selama proses simulasi yang telah dilakukan.



BAB VII
MASALAH-MASALAH BELAJAR
Pendahuluan
            Agar aktivitas-aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru dapat terarah, dan guru dapat memahami persoalan-persoalan belajar yang sering kali atau pada umumnya terjadi pada kebanyakan siswa dalam berbagai bentuk aktivitas pembelajaran, maka akan lebih baik bilamana guru memiliki bekal pemahaman tentang masalah-masalah belajar.pemahaman tentang masalah belajar memungkinkan guru dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan munculnya masalah yang dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. dengan pemahaman itu pula guru dapat menemukan solusi tindakan yang dianggap tepat jika menemukan masalah-masalah didalam pelaksanaan proses pembelajaran.

A.Masalah-masalah internal belajar
Mengacu pada beberapa pandangan tentang belajar seringkali dikemukakan bahwa masalah-masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru maupun dari dimensi siswa. Sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar dan sesudah belajar.
Berikut ini adalah beberapa faktor internal yang mempengaruhi proses belajar siswa:
1.      Ciri khas/karakteristik siswa
Persoalan intern pembelajaran berkaitan dengan kondisi kepribadian siswa, baik fisik maupun mental. Berkaitan dengan aspek-aspek fisik tentu akan relatif lebih mudah mudah diamati dan dipahami, dibandingkan dengan dimensi-dimensi mental atau emosional. Sementara dalam kenyataannya, persoalan-persoalan pembelajaran lebih banyak berkaitan dengan dimensi mental atau emosional.
2.      Sikap terhadap belajar
Dalam kegiatan belajar, sikap siswa dalam proses belajar,terutama sekali ketika memulai kegiatan belajar merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena aktivitas belajar siswa selanjutnya banyak ditentukan oleh sikap siswa ketika akan memulai kegiatan belajar.
Sikap terhadap belajar juga nampak dari kesungguhan mengikuti pelajaran,atau sebaliknya bersikap acuh terhadap aktivitas belajar.
3.      Motivasi belajar
Motivasi di dalam kegiatan belajar merupakan kekuatan yang dapat menjadi tenaga pendorong bagi siswa untuk mendayagunakan potensi-potensi yang ada pada dirinya dan potensi di luar dirinya untuk mewujudkan tujuan belajar.
4.konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan salah satu aspek psikologis yang seringkali tidak begitu  mudah untuk diketahui oleh orang lain selain diri individu yang sedang belajar.
             5.Mengolah bahan belajar
Mengolah bahan belajar dapat diartikan sebagai proses berpikir seseorang untuk mengolah informasi-informasi yang diterima sehingga menjadi bermakna.
6.menggali hasil belajar
Dalam kegiatan pembelajaran kita sering mendengar bahkan mengalami sendiri dimana kita merasakan kesulitan menggali kembali hasil belajar yang sebelumnya sudah kita temukan atau kita ketahui.

7. Rasa percaya diri
Dari dimensi perkembangan, rasa percaya diri dapat tumbuh dengan sehat bilamana ada pengakuan dari lingkungan. Itulah sebabnya maka di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, baik di lingkungan rumah tangga maupun di sekolah, orang tua atau guru hendaknya dapat menerapkan prinsip-prinsip paedagogies secara tepat terhadap anak.
8. Kebiasaan  belajar
Kebiasaan belajar adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukannya. Ada beberapa bentuk perilaku yang menunjukkan  kebiasaan tidak baik dalam belajar yang sering kita jumpai pada sejumlah siswa ,seperi:
a.       Belajar tidak teratur
b.      Daya tahan belajar rendah
c.       Belajar bilamana menjelang ulangan atau ujian
d.      Tidak memiliki catatan pelajaran yang lengkap
e.       Tidak terbiasa membuat ringkasan
f.        Tidak memiliki motivasi untuk memperkaya materi pelajaran
g.       Senang menjiplak pkerjaan teman,termasuk kurang percaya diri di dalam menyelesaikan tugas
h.       Sering datang terlambat
i.         Melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk
Tahapan-tahapan dalam pengolahan informasi,yaitu:
v     Input
v     Integration
v     Storage
v     Output

B.Fator-faktor Eksternal Belajar
1.Faktor Guru
Bilaman dalam proses belajar pembelajaran,guru mampu mengaktualisasikan tugas dengan baik,mampu memfasilitasi kegiatan belajar siswa,mampu memotivasi,membimbing dan member kesempatan secaa luas untuk memperoleh pengalaman,maka siswa akan mendapat dukungan yang kuat untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan.Namun,jika guru tidak dapat melaksanakan fungsi strategis pembelajaran,siswa akan mengalami masalah yang kemungkinan dapat menghambat pencapaian belajar mereka.
2.Lingkungan Sosial(termasuk teman sebaya)
Sebagai makhluk social maka setiap siswa tidak mungkin melepaskan dirinya dari interaksi dengan lingkungan,terutama teman sebaya di sekolah.Lingkungan social dapat memberikan pengaruh positif dan negarif terhadap siswa.
3.Kurikulum sekolah
Dalam rangka proses pembelajaran di sekolah,krikulum merupakan panduan yang dijadikan guru debagai kerangka acuan untuk mengembangkan proses pembelajaran.Karena kurikulum disusun berdasarkan tuntutan perubahan dan kemajuan masyarakat,sementara perubahan dan kemajuan adalah sesuatu yang harus terjadi,maka kurikulum juga harus mengalami kemajuaan.
4.Sarana dan Prasarana
Keadaan  gedung sekolah dan ruang kelas yang tertata dengan baik,ruang perpustakaan sekolah yang teratur,tersediaanya fasilitas kelas dan laboratorium ,tersediaanya buku-buku pelajaran,media/alat bantu belajar merupakan komponen penting yang dapat mendukung belajar terwujudnya kegiatan.
C.Mengenal dan Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
a.Identifikasi
Suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar.
b.Diagnosis
Penentuaan mengenal hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa.

c.Prognosis
Merujuk pada aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar siswa.

d.Pemberian bantuan
Pemberian bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis.

e.tindak lanjut
Usaha untuk mengetahui keberhasilan bantuan yang telah diberikan kepada siswa dan tindak lanjutnya yang didasari hasil evaluasi terhap tindakan yang dilakukan dlam upaya pemberian bimbingan.


BAB VIII
EVALUASI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Pendahuluan
            Evaluasi merupakan bagian integral dari proses kegiatan secara keseluruhan. Karena itu secara sederhana evaluasi akan menjadi wahana untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari keseuruhan aktivitas yang kita lakukan serta menjadi sumber infromasi yang terukur hambatan-hambatanatau kendala yang dihadapi di dalam proses pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
            Dalam proses pembelajaran, evaluasi menempati kedudukan yang penting dan merupakan bagian utuh dari proses dan tahapan kegiatan pembelajaran. Dengan melakukan evaluasi, guru dapat mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukannya pada tiap kali pertemuan, setiap catur wulan, setiap semester, setiap tahun, bahkan selama berada pada satuan pendidikan tertentu. Dengan demikian setiap kali membahas proses pembelajaran, maka berarti kita juga membahas tentang evaluasi, karena evaluasi inklusif di dalam proses pembelajaran.
           
A.     Pengertian dan Prinsip Umum Evaluasi

Wiersma dan Jurs membedakan antara evaluasi, pengukuran dan testing. Keduanya berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan mungkin testing, yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas dari pada pengukuran dan  testing (Rusliana,2007:1)
            Phopam (1986:18) mengemukakan bahwa untuk memahami arti evaluasi memang perlu terlebih dahulu memahami arti pengukuran. Pengukuran terdiri dari penetapan status gejala tertentu dengasn cara yang lebih seksama. Misalnya kita mengetahui tinggi rendahnya pengetahuan siswa tentang perkalian, dengan mengukur pengetahuan mereka melalui ujian. Kalau kita melaporkan bahwa siswa-siswa tertentu dapat menjawab 90% dari soal yang diberikan, sedang siswa lainnya hanya mampu menyelesaikan 10%, kita mendapatkan gambaran yang lebih pasti tentang pengetahuan perkalian siswa-siswa kita.
            Michael Scriven, seorang teoritsi evaluasi mengamati bahwa evaluasi terdiri dari penetapan nilai. Karena itu, evaluasi pendidikan terdiri dari penetapan nilai sehubungan dengan fenomena pendidikan. Penetapan nilai yang kita maksudkan adalah penentuan manfaat atau kebaikan relatif dari segala sesuat yang kita evaluasi.
            Dalam sebuah tulisan tentang Penilaian Hasil Belajar, Sudrajad (2008) mengemukakan banyak orang menyampuradukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes dan penilaian (assesment), padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaanya. Pengukuran proses pemberian angka atau usaha memperolah deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seorang peserta didik trelah mencapai karakteristik tertentu. Sedangk penialian (assesment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana proes penilaian peserta didik atau ketercapaian kompetensi peserta didik.
            Menurut Nurkacana dan Sumartana (1986) yang membahas pendapat Wand & Brown, pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas pada sesuatu. Sedangkan evaluasi merujuk pada suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai daripada sesuatu. Dari definisi tersebut diketahui bahwa pengukuran akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “how much” sedangkan penilaian akan membarikan jawaban terhadap pertanyaan “what value”.
            Dimyanti dan Mujiono (1994:175), mengemukakan bahwa hal penting yang harus diketahui guru adalah bahwa secara umum evaluasi mencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Guru harus dapat membedakan antara kegiatan evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Evaluasi hasil belajar menekankan kepada diperolehnya informasi tentang seberapakah perolehan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan (hasi). Sedangkan evaluasi pembelajaran merupakan proses sistematis untuk memperoleh informasi tentang tingkat keefektifan proses pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran (proses).

B.     Tujuan Evaluasi

Secara umum evaluasi bertujuan untuk melihat sejauh mana suatu program atau suatu kegiatan tertentu dapat mencapai tujuan yang telah di tentukan. Secara spesifik evaluasi memiliki banyak tujuan dan manfaat. Menurut Reece dan Walker (1997:420) terdapat beberapa alasan mengapa evaluasi harus dilakukan, yaitu:
1.      Memperkuat kegiatan belajar
2.      Menguji pemahaman dan kemampuan siswa
3.      Memastikan pengetahuan prasyarat yang sesuai
4.      Mendukung terlaksananya kegiatan pembelajaran
5.      Memotivasi siswa
6.      Memberi umpan balik bagi siswa
7.      Memberi umpan balik bagi guru
8.      Memelihara standar mutu
9.      Mencapai kemajuan proses dan hasil belajar
10.  Memprediksi kinerja pembelajaran selanjutnya
11.  Menilai kualitas belajar
Reene dan Walker juga mengemukakan bahwa dengan melaksanakan evaluasi belajar dengan benar sekurang-kurangnya memungkinkan kita untuk; (1) mengukur kompetensi atau kapabilitas siswa, apakah mereka telah merealisasikan tujuan yang telah ditentukan, (2) menentukan tujuan mana yang belum direalisasikan, sehingga tindakan perbaikan yang cocok dapat direalisasikan, (3)  merumuskankan rangking siswa dalam hal kesuksesan mereka si dalam mencapai tujuan yang telah disepakati, (4) memberikan informasi kepada guru tentang cocok tidaknya strategi mengajar yang ia gunakan agar kelebihan dan kekurangan strategi mengajar tersebut dapat ditentukan, (5) merencanakan prosedur untuk memperbaiki rencana pelajaran dan menentukan apakah sumber belajar tambahan perlu digunakan.
            Pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan mempunyai manfaat yang luas, tidak sekedar mengukur keberhasilan proses belajar akan tetapi dapat memberikan manfaat dalam berbagai kagiatan lain baik bagi guru maupun bagi siswa (Nurkancana,1986). Beberapa fungsi atau manfaat evaluasi pendidikan dan pembelajaran adalah untuk;
a.       Mengetahui taraf kesiapan anak untuk menempuh suatu pendidikan tertentu
b.      Mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalm proses pendidikan
c.       Mengetahui apakah suatu mata pelajaran yang kita ajarkan dapat dilanjutkan dengan bahan yang baru ataukah harus mengulang pelajaran-pelajaran yang telah lampau
d.      Mendapatkan bahan-bahan informasi dalam memberikan bimbingan tentang jenis pendidikan dan jabatan yang sesuai untuk siswa
e.       Mendapatkan bahan-bahan informasi apakah seorang anak dapat dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi atau harus mengulang di kelas semula
f.        Membandingkan apakah prestasi yang dicapai anak sudah sesuai dengan kapasitasnya atau belum
g.       Untuk menafsirkan apakah seorang anak telah cukup matang untuk kita lepas ke dalam masyarakat atau untuk melanjutkan ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi
h.       Untuk mengadakan seleksi dalam memilih dan menentukan apakah seseorang dapat memenuhi standar atau kriteria yang ditentukan untuk suatu jenjang pendidikan, pekerjaan/jabatan, atau jenis kegiatan
i.         Untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang dipergunakan dalam lapangan pendidikan

C.     Syarat-syarat umum Evaluasi
Kesahihan menggantikan kata validitas (validity) yang dapat di artikan sebagai ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Kesahihan juga dapat di artikan sebagai kelayakan interpretasi terhadap hasil dari suatu instrumen evaluasi atau tes dan tidak terhadap instrumen itu sendiri (Grounlound,1985:57). Nurkancana dan Sumartana (1986) megemukakan bahwa validitas dapat ditinjau dari beberapa segi seperti di bawah ini:
1.      Validitas ramalan (predictive validity)
Di artikan sebagai ketepatan dari suatu alat pengukur ditinjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapai kemudian.
2.      Validitas bandingan (concurrent validity)
Adalah ketepatan dari suatu tes dilihat dari kolerasinya terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat ini secara nyata.
3.      Validitas isi (content validity)
Diartikan sebagai ketepatan suatu tes ditinjau dari isi tes tersebut, bilamana materi tes tersebut betul-betul dapat mewakili secara menyeluruh (representatif) dari bahan-bahan pelajaran yang diberikan.
4.      Validitas konstruk (construct validity)
Diartikan sebagai ketepatan suatu tes ditinjau dari susunan (konstruksi) tes tersebut.

D.     Jenis-jenis Evaluasi Pembelajaran
1.      Evaluasi Formatif
Winkel menyatakan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalaah penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa dan guru memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai. Tesmer menyatakan formative evaluation is a judgement of the strenghts and weakness of instruction in its developing stages, for purpose of revising the instruction to improve its effectiveness and appael. Pada prinsipnya pendapat-pendapat tersebut membari penekanan tentang maksud evaluasi formatif sebagai kegiatan untuk mengontrol seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan pada pokok bahasan tersebut.
2.      Evaluasi Sumatif
Adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya.
3.      Diagnosik
Adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelamahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat.


E.      Pendekatan Evaluasi Pembelajaran
Untuk mengetahui seberapa tinggi prestasi belajar yang dicapai oleh siswa, maka guru juga perlu memahami cara yang dapat dipergunakan untuk mengkonversikan atau mengubah skor mentah menjadi skor standar. Cara pertama, ialah denfan jalan membandingkan skor yang diperoleh oleh seseorang dengan suatu standar yang absolut. Cara kedua, ialah dengan jalan membandingkan skor seseorang dengan skor yang diperoleh oleh orang alin dalam tes tersebut.

1.      Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Penilaian Acuan Patokan yang juga disebut penilaian dengan norma absolut atau norma aktual merupakan norma penilaian yang ditetapkan secara absolut (mutlak) oleh guru atau pembuat tes berdasarkan atas jumlah soal, bobot masing-masing soal, serta persentase penguasaan yang dipersyaratkan. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan domain perilaku yang ditetapkan/dirumuskan dengan baik.

2.      Penilaian Acuan Normatif (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Norma relatif dinamakan juga norma aktual, norma empiris atau dinamakan juga Penilaian Acuan Norma (PAN). Norma relatif adalah suatu norma yang disusun sevara relatif berdasrkan distribusi skor yang dicapai oleh peserta tes. Pada pendekatan acuan norma, standar performan yang digunakan bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang siswa ditetapkan berdasrkan pada posisi relatif dalam kelompoknya.
Evaluasi merupakan salah satu komponen penting di dalam seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran. Dengan malakukan evaluasi secara benar, guru dapat mengetahui tingkat keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukannya. Melalui evaluasi, guru dapat pula mengetahui efektivitas penggunann metode pembelajaran, kemampuan mengelolo proses pembelajaran, kemampuan memotivasi siswa serta kemampuan mendayagunakan sumber-sumber belajar yang tersedia.



BAB IX
MEMAHAMI PEMBELAJARAN ELEKTRONIK (E-LEARNING)
Pendahuluan
Perkembangan teknologi yang demikian pesat, terutama teknologi komunikasi telah membawa perubahan besar dalam berbagai bidang. Salah satu bidang yang juga berkembang sebagai akibat kemajuan teknologi komunikasi ini adalah bidang Pendidikan dan Pembelajaran. Jika waktu-waktu sebelumnya hubungan antara pendidik dengan peserta didik hanya dapat berlangsung melalui kegiatan tatap muka, dibatasi oleh sekat ruang dan waktu, atau media cetak, ternyata saat ini telah dapat dikembangkan melalui komunikasi online yang menembus sekat-sekat ruang dan waktu.

A.     Kedudukan E-learning dalam Teknologi Pendidikan
Menyusuri proses perkembangannya, e-learning seperti diuraikan dalam sebuah situs Wikipedia Indonesia (2008), teknologi ini pertama kali diperkenalkan oleh universitas Illionis di Urbana-Champaign dengan menggunakan sistem instruksi berbasis komputer (computer-assisted instruction) dan komputer bernama PLATO. Sejak itu perkembangan e-learningdari masa ke masa adalah sebagai berikut :
1.      Tahun 1990; era CBT (Computer-Based Training), dimana melaui bermunculan aplikasi e-learning yang dioperasikan dalam PC standlone ataupu berbentuk kemasan CD-ROOM. Isi materinya dalam bentuk tulisan maupun multimedia (video atau audio).
2.      Tahun 1994; seiring dengan diterimanya CBT oleh masyarakat sejak tahun 1994 CBT muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan diproduksi secara massal.
3.      Tahun 1997; LMS (Learning Management System). Seiring dengan perkembangan teknologi internet, masyarakat di dunia mulai terkoneksi sengan internet. Kebutuhan akan informasi yang dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan sebagai kebutuhan mutlak dan jarak serta lokasi bukan lagi merupakan rintangan untuk terjadinya komunikasi.
Departemen Pendidikan Amerika Serikat sejak tahun 1996 telah mencanangkan program “Getting America’s Students for the 21st Century: Meeting the Technology Literacy Challenge” (Office of Educational Technology,2001). Program ini diarahkan untuk mengembangkan visi penggunaan teknologi yang efisien mulai dari jenjang pendidikan dasar dan menengah dalam rangka mempersiapkan generasi mendatang menjadi generasi yang dapat menjawab tantangan persaingan perekonimian global.
Pada sebuah situs e-learning Wikipedia (2008:1), diuraikan bahwa e-learning merupakan suatu terminologi umum yang dipergunakan untuk menunjukkan pada suatu aktivitas belajar dimana instruktur dan siswa terpisah oleh ruang dan waktu dan terhubung dengan menggunakan teknologi online.
Dalam pandangan Dong (2001), seperti yang disimpulkan oleh Kamarga (2001:4), E-learning merupakan kegiatan belajar asinkronis melalui perangkat elektronik komputer yang tersambungkan ke internet, dimana peserta belajar berupaya memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
Beberapa ciri dari pembelajaran e-learning, yaitu:
1.      E-learning merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memberi penekanan pada penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara online.
2.      E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar tradisional (model belajar klasikal, kajian terhadap buku teks, CD-ROOM dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan global.
3.      E-learning tidak berarti menggantikan sistem belajar klasikal yang dipraktikkan, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan informasi tentang substansi (content) dan mengembangkan teknologi pendidikan.
4.      Kapasitas pembelajaran sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada bentuk konten serta alat penyampaian informasi atau pesan-pesan pembelajaran dan gaya belajar. Bilamana konten dikemas dengan baik dan didukung dengan alat penyampaian informasi dan gaya belajar serasi, maka kapasitas belajar ini akan lebih baik yang ada gilirannya akan memberikan hasil yang lebih baik (Cesco,2001)

B.     Bahan Belajar Berbasis E-learning
Munir (2004:56) megemukakan bahwa konsep bahan belajar berbasis e-learning­ dikembangkan berdasarkan teori kognitif dan teori pembelajaran yang dinyatakan dalam teori-teori;
1.      Adaftive Learning Theory
Adaftive Learning Theory, mengisyaratkan bahwa para siswa memasuki proses pembelajaran pada tahap pencapaian dan pengalaman yang berbeda.
2.      Preferred Modality Theory
Preferred Modality Theory, mengisyaratkan bahwa para siswa memiliki kecenderungan modalitas belajar yang berbeda.
3.      Cognitive Flexibility Theory
Cognitive Flexibility Theory, mengisyaratkan bahwa suatu bidang dapat dipelajari dengan lebih mendalam dan lebih efektif bilamana para siswa menggunakan proses belajar dengan cara non-linier.

C.     Pendekatan-pendekatan Pedagogik dalam E-learning
Teknologi komunikasi secara umum dapat dikategorikan sebagai asynchronous dan synchronous. Asynchronous merupakan aktivitas yang menggunakan teknologi dalm bentuk blogs,wikis and discussion boards. Dalam bentuk ini partisipan dapat mengembangkan ide saling bertukar ide atau informasi tanpa keterikatan antara partisipan satu dengan partisipan lainnya pada waktu yang sama. Sebagai contoh penggunaan electronic mail (email) termasuk asynchronous dimana pesan dapat dikirim atau diterima tanpa keduanya harus berpartisipasi pada waktu yang bersamaan. Synchronous menunjukkan pada pengkategorian aktivitas pertukaran ide atau informasi yang emngharuskan partisipan menggunakan waktu yang bersamaan. Faca to face discussin merupakan salah satu contoh bentuk komunikasi synchronous. Aktivitas synchronous mempersyaratkan seluruh partisipan saling berkomunikasi atau berhubungan antara satu dengan yang lain seperti sesi online atau virtual classroom atau meeting.
Melalui situs Wikipedia (2008) dikemukakan beberapa pendekatan pedagogi yang diterapkan dalm e-learning, yaitu:
1.      Instructional design, dimana pembelajaran lebih terfokus pada kurikulum (curriculli focused) yang dikembangkan dengan menitikberatkan pada pendekatan oendidikan kelompok atau guru secara perorangan;
2.      Social-constructivist, merupakan pendekatan pedagogi yang pada kebanaykan aktivitasnya dilakukan dalam bentuk forum-forum diskusi, blogs, wiki dan aktivitas-aktivitas kolaboratif online;
3.      Laurillard’s conversational Model, merupakan salah satu bentuk pendekatan pedagogi yang menitikberatkan pada penggunaan bentuk-bentuk diskusi langsung secara luas;
4.      Cognitive perspetive, menitikberatkanpada proses pengembangan kognitif melalui kegiatan pembelajaran;
5.      Emotional perspective,lebih difokuskan pada pengembangan dimensi-dimensi emosioal pembelajaran seperti motivasi,engagement, model-model permaian dan lain-lain;
6.      Behavior perspective, menitikberatkan pada keterampilan dan perilaku yang dihasilkan dari proses belajar. Model pembelajaran dalam bentuk ini misalnya bermain peran (penerapan role-playing) dan penerapannya di dalam aktivitas-aktivitas nyata lapangan.
7.      Contextual perspective, difokuskan pada penataan faktor-faktor instrumental dan sosial lingkungan yang dapat mendorong terjadinya proses belajar. Bentuk-bentuk nyata model ini seperti interaksi dengan orang lain, model-model kolaboratif dan sebagainya.

D.    Pengembangan Pembelajaran E-learning
Dengan berkembangnya pembelajaran melalui jasa teknologi yang tidak lagi selalu mengharuskan peserta didik berkumpul secara bersamaan dan dibatasi oleh waktu dan tempat. Peserta didik dalam rancangan-rancangan atau bentuk pembelajaran tertentu dapat menentukan sendiri kapan ia harus belajar,kapan ia harus mengirimkan tugas dan menentukan sumber-sumber belajar sendiri yang dapat mendukung terselenggaranya proses pembelajaran dan tercapainya hasil yang ia harapkan.
Munir (2004) mengemukakan bahwa terdapat tiga fasilitas belajar atau modul yang biasa digunakan di alam pengembangan bahan ajar berbasis e-learning,yaitu:
a.       Modul pengukuhan, yaitu fasilitas untuk mengukuhkan pengajaran guru atau mengukuhkan proses belajar siswa
b.      Modul pengulangan, yaitu fasilitas untuk siswa yang kurang faham atau siswa perlu mengulangi kembali pelajaran
c.       Modul pengayaan, yaitu fasilitas bagi peserta didik yang memiliki kemampuan lebih tinggi sehingga mereka lebih cepat menguasai pelajaran sehingga memerlukan pelajaran tambahan.
Masing-masing modul tersebut terdiri dari komponen-komponen yang saling terkait, yaitu:
Komponen-komponen Modul Pengukuhan;
1.      Induksi; yaitu bagian untuk menarik perhatian peserta terhadap topik/pelajaran yang akan dipelajari
2.      Perkembangan; adalah bagian yang memuat penjelasan dan contoh-contoh berkaitan dengan pelajaran yang disajikan
3.      Latihan; memuat latihan-latihan untuk menilai kemampuan belajar siswa
Komponen-komponen Modul Pengulangan;
1.      Penjelasan; memuat penjelasan-penjelasan serta langkah-langkah rinci untuk menyelesaikan masalah pembelajaran
2.      Pencarian; yaitu pendekatan yang memungkinkan peserta didik untuk bereksperimen berdasarkan parameter tertentu
3.      Aplikasi; yaitu bagian yang emnuntut peserta didik mengaplikasikan konsep/operasi/formula yang mudah dan yang telah mereka pelajari dan memberikan jawaban
Komponen Modul Pengayaan;
1.      Pencarian; pendekatan pencarian yang lebih menantang yang menuntut peserta didik untuk bereksperimen dengan parameter tertentu dan sistem pemberian umpan balik
2.      Aplikasi; kegiatan yangt menuntut peserta didik untuk mengaplikasikan konsep, operasi, formula yang telah dipelajari dengan memberikan jawaban.